Memaafkan dan Meminta Maaf


Seperti yang kita ketahui, maaf dan memaafkan seringkali dikaitkan dengan 'kesalahan'. Alias hanya orang-orang yang salah-lah yang meminta maaf dan mereka yang menjadi korban kesalahan sudah semestinya memaafkan. Pada tulisan kali ini, aku hanya ingin sedikit mengajak kalian menelusuri betapa indah dan artistiknya seni untuk meminta maaf. Tanpa kita sadari, kejadian demi kejadian yang saling bekonektivitas ini berawal dari kata maaf dan sikap untuk memaafkan. 

Source: Diana Stoyanova

--

Bicara tentang memaafkan, pastinya kita pernah memiliki konflik dengan teman, keluarga atau mungkin dengan diri kita sendiri. Saat kita hendak memaafkan sesuatu, sudut ini seringkali disalah artikan sebagai pihak yang lemah atau pribadi yang kurang tegas. ''Ah masa sih kita memaafkan dia semudah itu? Inget-inget deh betapa jahatnya dia sama kamu! Semudah itukah kamu mau memaafkan kesalahannya yang fatal?''
Well, rasanya kalau mengingat masa-masa pahit yang dilakukan orang lain yang begitu membekas memang sulit bagi kita untuk memaafkannya. Tapi, sekarang coba deh kamu untuk memposisikan dirimu di posisi orang yang salah. Ingat-ingat lagi ketika kita begitu gelisah, begitu berjuang untuk melontarkan kata maaf kepada seseorang yang pernah kita kecewakan. Bukan hal yang mudah bukan? Mengumpulkan seribu keberanian untuk mengucapkan kata maaf itu, PATUT DIAPRESIASI!

Ketika kamu meminta maaf, kamu bukan orang yang lemah! Apalagi orang yang pantas disudutkan orang lain, bukan, bukan begitu cara mainnya. Pada dasarnya  ada sebuah hukum alam yang menyatakan maaf itu bentuk ekspresi diri yang mengalir dari tubuh dan membiarkan ia bermuara hingga mengizinkannya untuk sampai pada titik yang tepat.

Randy Pausch, melalui tulisannya dalam buku The Last Lecture menuliskan tentang seni dalam meminta maaf yang baik dan tidak menyakiti lawan bicara. Meminta maaf ada seninya, bukan sekadar kata yang dilontarkan. Seni itu abtsrak, datang dari persepsi yang dibentuk dari hati.  Randy menuliskan, hal pertama yang harus kita lakukan  adalah menyadari kalau perbuatan kita salah dan hal tersebut telah mengecewakan orang lain. Dari kesadaran yang kita bentuk dalam pikiran, akan menguatkan niatan kita untuk meminta maaf secara tulus, bukan apology yang halfhearted. Setelah menyadari perbuatan yang kita lakukan salah diikuti dengan permintaan maaf, kita bisa tawarkan beberapa kondisi pilihan yang bisa membuat sang lawan bicara merasa lebih baik. Terlepas dari respon sang lawan bicara, biarkan hal itu mengalir. Anggap saja tugasmu telah selesai ketika kamu selesai mengucapkan maaf, tidak selamanya kamu yang memegang kendali.

Adakalanya jujur untuk menyatakan kesalahan begitu sulit dan seringkali menimbulkan konflik batin yang berkepanjangan. Tapi, kita hanyalah manusia biasa yang wajar saja jika melakukan kesalahan bukan? Berusaha membenarkan dari kesalahan yang diperbuat juga jadi bentuk tanggung jawabmu sebagai homo sapiens yang memiliki sisi humanis.

Meminta maaf tidak selamanya dilakukan oleh orang yang salah, ketika kamu salah dan meminta maaf berarti kamu orang yang jujur. Tidak yakin tapi merasa kalau kamu perlu meminta maaf? It's okay, you're wise enough to choose that way. Lantas,  bagaimana kalau kamu meminta maaf ketika kamu tidak melakukan kesalahan apapun? Tidak apa, kamu sedang belajar untuk  mau membuka diri dan menerima segala yang terjadi di masa lalu, masa yang sekarang tengah kamu jalani  maupun masa yang akan datang. Saat ini kita sedang ditengah ombang-ambing retorika untuk  memaafkan dan meminta maaf.
Memaafkanlah sebagai wujud kemanusiaan yang kita miliki,
dan memintaa maaflah sebelum terlambat .

When you say sorry to someone, that doesn't mean you're WRONG
that just mean you value the person more than being RIGHT
- Gaur Gopal Das

Sudah memaafkan dan memintaaf-kah kamu hari ini?

0 Komentar